
Borong-Urita.ID, Anggelinus Pehang(62) salah satu warga kampung Gorong, Desa Rana Gapang Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores NTT, yang penuh keterbatasan mengarungi kerasnya kehidupan, meski dalam keadaan sakit.
Suami dari Imelda Hawa itu, adalah seorang pemimpin keluarga kecilnya, penyandang disabilitas. Meski menyandang disabilitas dan penuh keterbatasan, ia harus menjadi imam bagi keluarganya.
Semenjak alami sakit mata katarak, ayah dari kedua orang anak itu tidak lagi bisa bekerja seperti semula menjadi seorang petani, meskipun hanya mendapatkan hasil 170 kilo gram gabah dari ladang kecilnya, setiap lima bulan untuk bisa menghidupkan keluarga kecilnya.
Kini, Anggalinus hanya bermodalkan tongkat kayu sederhana setinggi satu meter untuk bisa bisa menuntunya berjalan mengais rejeki demi menopang hidup keluarganya.
Ia bersama istri, anak-anaknya bersama saudarinya tinggal serumah dalam gubuk kecil berukuran 42 meter persegi , berdinding pelepah bambu, berlantai tanah.
Jauh di daerah pedalaman. Di kampung Gorong, Desa Rana Gapang kecamatan Elar, membuatnya setengah mati mendapatkan pekerjaan untuk menafkahi keluarga.
“Selama saya sakit, sudah tidak bisa bekerja lagi. Apa lagi ditambah dengan beban biaya pendidikan anak saya yang dididik di bangku sekolah SMA. Memang agas susah,” keluh Anggalinus sembari membendung air mata, kepada media ini Kamis,20/10/2022.

Anggalinus hanya pasrah, keberadaan ekonomi yang begitu lemah, membuatnya tidak bisa berobat ke rumah sakit. Meskipun besar niat dan cita- citanya bisa sembuh dari penyakit yang dialaminya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia dibantu oleh anak sulungnya, sebagai sandaran hidup agar bertahan hidup. Sementara, dalam serumah, mereka ada 7 anggota keluarga.
“Sedih sekali rasanya Pak, kalau saya masih sehat dulu, untuk bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan hidup keluarga, saya bisa bekerja harian buruh tani di kebun orang. Sekarang saya sakit pak, bantu kami pak,” ungkap Anggalinus.
Ia menceritakan dirinya sudah pernah mendapatkan bantuan dari dinas sosial berupa kartu BPJS, tetapi untuk bisa rawat di rumah sakit, serta operasi mata katarak, ia harus membutuhkan biaya tambahan operasional , uang makan dan uang transportasi dari Elar, pedalaman Manggarai timur ke pusat kota. Kata dia, untuk menempuh pusat kota bisa sampai 5 jam perjalanan.
Anggalinus, ayah dari dua orang anak itu kini hanya bisa meratapi kesedihan yang dialaminya. Kepada Urita.ID, Ia berharap agar bisa mendapat pertolongan dan bantuan untuk ia bisa keluar dari persoalan yang dideritanya.
“Bapak Wartawan, bantu kami, pertemukan orang-orang baik kepada Kami, saya tidak mau anak saya lepas sekolah karena keterbatasan saya,” tukas Anggalinus sembari mengusap air matanya yang berlinang meratapi kesedihan hidupnya.